Asosiasi Kemah Selandia Baru Desak Pemerintah Perketat UU tentang BAB

Editor: Putri - Senin, 4 Juli 2022 | 17:30 WIB
Sariagri - Pemerintah Selandia Baru didesak untuk memperketat undang-undang yang mengizinkan orang untuk buang air besar (BAB) di umum, selama mereka yakin tidak ada yang melihat.
Asosiasi Perkemahan Bebas melakukan desakan tersebut di tengah tuduhan bahwa pelaku perkemahan bebas menjadi alasan atas banyak kotoran manusia di alam.
Saat ini, merupakan pelanggaran untuk buang air besar atau kecil di tempat umum (selain di toilet umum). Tetapi, jika orang tersebut dapat menunjukkan bahwa mereka memiliki alasan yang masuk akal bahwa mereka tidak sedang diamati, mereka mungkin dapat lolos dari denda 200 dolar Selandia Baru.
Mengutip The Guardian, Senin (4/7/2022), The Responsible Campers Association Inc berpendapat bahwa undang-undang itu seharusnya mewajibkan orang untuk menunjukkan bahwa mereka BAB setidaknya 50 meter dari saluran air dan limbahnya dikubur setidaknya 15 cm.
“Bukan tindakan yang menimbulkan kekhawatiran, tetapi efek samping yang terlihat,” kata juru bicara kelompok tersebut, Bob Osborne.
Kelompok ini berdiri pada 2017 terus menekankan bahwa gaya berkemah bebas tidak boleh disalahkan, melainkan individu yang berperilaku buruk.
Perkemahan bebas menjadi berita utama di Selandia Baru dalam beberapa tahun terakhir. Hal tersebut dikarenakan dampaknya terhadap lingkungan, terutama jika menyangkut limbah pribadi para peserta perkemahan.
Laporan terus muncul di media lokal yang menghubungkan pelaku perkemahan bebas dengan peningkatan kotoran dan tisu toilet yang mengotori tempat wisata populer. Beberapa pejabat lokal bahkan melarang para pekemah untuk mengunjungi tempat wisata.
Gesekan antara pekemah, penduduk setempat, dan pemerintah memuncak pada akhir 2020. Menteri Pariwisata Stuart Nash mengatakan bahwa pelaku perkemahan bebas dengan kendaraan non-mandiri "menepi ke sisi jalan dan kotorannya berada di saluran air kita."
Tetapi Osborne mengatakan tidak adil untuk menyalahkan para pekemah atas masalah kotoran di negara itu. "Tidak ada bukti yang menghubungkan kelompok tertentu dengan praktik yang tidak diinginkan ini yang mempengaruhi para pelancong setiap hari di seluruh Selandia Baru," katanya.
Baca Juga: Asosiasi Kemah Selandia Baru Desak Pemerintah Perketat UU tentang BABKerusakan Lingkungan Semakin Parah, Bali bangun Kembali Ekowisata Mangrove
Perkemahan bebas mencapai puncaknya pada 2019, tepat sebelum negara itu melakukan pembatasan akibat COVID-19. Data pemerintah mencatat sekitar 245.000 pekemah bebas pada 2019 dan 91.000 di antaranya adalah penduduk Selandia Baru.
Pada 2021, Nash mengumumkan pemerintah akan menindak perkemahan bebas, termasuk denda yang lebih keras bagi mereka yang berperilaku buruk dan pembatasan yang lebih ketat di mana para pekemah memarkir mobil.