Ahli: Restorasi Lahan Gambut Tidaklah Mudah

Ilustrasi - Lahan gambut. (Pixabay)

Editor: Tatang Adhiwidharta - Senin, 16 Mei 2022 | 17:40 WIB

Sariagri - Para ahli menyebutkan merestorasi lahan gambut bukanlah persolan yang mudah. Pasalnya, tidak semua lahan gambut dapat diubah menjadi area pertanian. Salah mengolah akan berakibat pada kerusakaan lingkungan. 

Kendati demikian, masih ada lahan gambut yang dapat dimanfaatkan sebagai lahan pertanian. Asalkan memenuhi berbagai persyaratan, seperti tingkat kematangan yang sempurna (sapris) dan juga tidak terlalu tebal atay dangkal. 

Setelah semua syarat tersebut telah dipenuhi, barulah tanah gambut mulai diberi kapur tani atau dolomit agar pH tanah menjadi seimbang atau normal. 

“Tanah gambut itu ada dua hal yang perlu diperhatikan. Pertama aspek fisik dan kedua aspek kimia,” ujar Prof. Edi Santosa saat dihubungi Sariagri, beberapa waktu lalu. 

Edi menjelaskan tanah yang ketebalan gambutnya kurang dari satu meter tidak dapat disebut sebagai lahan gambut. Tanah gambut yang ketebalan lebih dari satu meter, memiliki dua masalah, fisik dan kimia. 

“Tanah gambut itu haranya enggak banyak, pHnya agak masam jadi kalau tanah gambut dikasih dolomit, itu bisa memperbaiki pH tanah menjadi lebih baik. Tapi, kebaikannya itu tidak meningkatkan penyediaan hara yang lain,” jelasnya. 

Lebih lanjut dia menjelaskan karena unsur hara di lahan gambut terbatas, sehingga tetap memerlukan pupuk. Penggunaan dolomit sangat diperlukan untuk meningkatkan pH tanah kemudian diberikan urea dan berbagai pupuk lain.

“Itu (semua untuk memperbaiki) aspek kimia (dari lahan gambut),” jelasnya. 

Kemudian, masalah lainnya adalah aspek fisik. Tanah gambut kalau mengeringkanya terlalu cepat, kemudian pengeringannya terjadi lama itu nanti air tidak dapat meresap kembali di lahan tersebut. 

“Jadi nanti kalau diberi air (setelah dikeringkan) gambutnya akan ngumpul di atas. Jadi kaya sponge di atas air,” kata dia. 

Sehingga, butuh proses saat mengeringkan lahan gambut. Misalnya, setiap tahun menurunkan sekitar 10 cm air secara bertahap. 

“Pembukaan lahan gambut itu lama, kalau mau cepat-cepat tanahnya rusak artinya kalau pun ingin tanahnya enggak rusak. Harus mendatangkan tanah dari daerah lain,” ujarnya. 

Jadi lahan gambut kemudian diturunkan airnya paling banyak 20 cm, setelah turun atasnya dilapisi tanah merah dan ditimbun di lahan gambut tersebut. 

“Paling enggak dua sampai tiga kali (proses tersebut dilakukan) baru tanahnya bagus untuk jadi sawah,” jelasnya. 

Menurutnya, proses tersebut butuh waktu paling lama tiga tahun. Karena kalau mendadak efeknya akan ada dua, pertama tanah gambutnya tidak dapat menyerap air lagi. Kedua akan muncul lapisan pirit (FeS2). 

Baca Juga: Ahli: Restorasi Lahan Gambut Tidaklah Mudah
Gapki dan APHI Bersinergi Kelola Ekosistem Gambut Sumsel

“Kalau lapisan piritnya keluar, tanaman akan keracunan dan langsung mati. Itu enggak pandang bulu,” paparnya. 

“Mengolah tanah gambut itu ada dua, pemberian dolomit dan mengatur air. Karena lahan gambut itu yang penting ngatur air. Jadi sifat fisiknya itu ngatur air, kalau kimianya bisa ditambahkan dolomit terus tanah merah, begitu,” pungkasnya.