Mengenal Babi Hutan, Babi Liar yang Jadi Nenek Moyang Babi Ternak

Ilustrasi Babi Hutan. (Pixabay)

Editor: Tanti Malasari - Kamis, 20 Januari 2022 | 19:50 WIB

Sariagri - Babi hutan adalah hewan endemik yang masih ada di Indonesia. Mereka termasuk hewan yang aktif sepanjang hari. Habitat mereka adalah semak belukar, hutan dan lingkungan kering wilayah Asia Tenggara. Mereka gemar hidup berkelompok dengan jumlah anggota mencapai 30 ekor.

Mereka termasuk cukup tangguh, karena bisa hidup di tiga macam habitat, yaitu semi-padang pasir, hutan temperate (hutan gugur di kawasan empat musim), padang rumput, maupun hutan tropis. Mereka juga kuat bertahan ketika kondisi kekurangan sumber makanan untuknya. Hal inilah yang membuat umur mereka terbilang cukup lama, yakni mencapai 20 tahun.

Karakteristik babi hutan

Mereka termasuk hewan pemakan segala yang oportunistik, sehingga memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi. Dalam sehari-harinya mereka memakan tumbuh-tumbuhan seperti daun, buah, ubi dan biji-bijian.

Selain itu mereka juga memakan hewan kecil yaitu cacing, ulat dan kepiting. Umumnya babi ini mencari makan ketika sore hingga malam hari, karena babi termasuk hewan nokturnal. Selain itu, hal ini menjadi bentuk perlindungan diri mereka dari perburuan liar yang kerap terjadi saat siang hari.

Setelah berusia 4 tahun, babi ini akan matang reproduksinya. Mereka kemudian kawin dan sang betina akan hamil dengan masa kehamilan selama 115 hari. Sekali lahir sang betina bisa melahirkan 10-15 ekor bayi babi.

Spesifikasi babi hutan

1. Memiliki badan yang berukuran sedang, dengan kisaran panjang mencapai 2,5 meter dan berat 150 kg.
2. Kepala mereka cukup besar, namun tidak proporsional dibandingkan dengan tubuhnya.
3. Kulitnya berwarna cokelat kehitaman atau ada juga yang hitam gelap, dengan ditumbuhi rambut-rambut di sepanjang tubuhnya.
4. Lubang hidung mereka terlihat seperti corong yang menghadap ke depan.
5. Mereka juga memiliki taring yang keluar ke arah samping.
6. Di bawah telinga terdapat benjolan

Populasi

Dalam Jurnal Biologi Universitas Andalas edisi September 2014, disebutkan bahwa populasinya tersebar luas hampir di seluruh wilayah Indonesia (Carter, 1978). Berkurangnya predator seperti harimau dan macan, membuat babi ini kehilangan pemangsanya.

Dengan begitu jumlah mereka terbilang masih sangat banyak, sehingga tidak menjadikan hewan ini menjadi satwa yang dilindungi.

Hewan dengan tampang yang menyeramkan ini, ternyata memiliki peranan penting dalam ekosistem. Mereka berperan dalam mengolah tanah dan mendorong kehidupan tanaman.

Namun terkadang kehadiran mereka bisa menimbulkan masalah, seperti hama pada lahan pertanian, yang menyebabkan kerusakan pada tumbuhan vegetasi dasar karena mereka gunakan untuk membuat sarang, serta kebiasaan mereka yang merusak tanah saat mencari makan.

Perbedaan babi hutan dan babi ternak

Secara umum, hewan ini yang memiliki nama ilmiah Sus scrofa ini, memiliki nama lain, yaitu celeng. Mereka merupakan nenek moyang babi liar yang menurunkan babi ternak.
Babi ternak adalah spesies hasil domestikasi atau penjinakkan.

Penjinakan ini dilakukan secara selektif sekitar 13 ribu tahun yang lalu di Mesopotamia atau semenanjung Anatolia, yang menghasilkan hewan ternak yang banyak dikembang biakkan oleh manusia.

Baca Juga: Mengenal Babi Hutan, Babi Liar yang Jadi Nenek Moyang Babi Ternak
Bayi Orangutan ke-100 Lahir di Suaka Margasatwa Lamandau

Kebalikan dari babi hutan, dari penjinakan ini menghasilkan babi ternak yang bertubuh lebih gemuk, berambut jarang, tidak bertaring dan tidak agresif.

Selain sifat, penjinakan babi ini juga nampak dari bentuk fisik. Pasalnya moncong babi menjadi lebih pendek dan taring yang dimiliki babi hutan hilang pada babi ternak. Tak hanya itu saja, paha dan kaki babi ternak cenderung lebih besar daripada babi hutan.