Jabar Gencarkan Sistem Agroforestry, Apa Tuh?
Editor: Tatang Adhiwidharta - Selasa, 16 Maret 2021 | 16:20 WIB
SariAgri - Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus gencarkan sistem agroforestry untuk memulihkan lahan kritis di sejumlah wilayah. Selain mengurangi potensi longsor, dengan sistem ini warga dapat merasakan manfaatnya karena mampu mensubsidi penghasilan warga ketika harga sayuran anjlok.
Dalam sistem agroforestry ini, satu hamparan lahan ditanami aneka jenis pohon dan tanaman pengikat tanah. Sementara saat ini sebagian lahan kritis merupakan milik warga yang biasanya hanya ditanami sayuran.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Barat yang juga Ketua Pokja Penanganan Lahan Kritis Satgas Citarum, Harum Epi Kustiawan, menuturkan pendekatan agroforestry merupakan jalan tengah yang bisa diterima oleh pemilik lahan ataupun penggarap lahan. Sebab lahan kritis yang ada sekarang sebagian merupakan milik warga.
Dia mencontohkan, di Kp Buntis Desa Cimenyan Kawasan Puncak Bintang, pihaknya memberikan bibit pada petani penggarap jenis gamelina, damar, ada juga ecaliptus, jeruk, dan kopi yang ditanam satu hamparan dengan sayuran.
"Kalau mereka diminta untuk menanam pohon ya dipastikan tidak akan mau semuanya. Maka agroforestry ini yang paling pas sehingga masyarakat bisa manfaatkan lahan secara optimum. Jadi fungsi ekologi, ekonomi dan sosial ada," ucap dia.
Diakui dalam prakteknya upaya penyadaran pemilik lahan memang perlu kerja keras. Lantas pihak Pemprov pun gencar melakukan sosialisasi pada pemilik dan penggarap dengan agroforestry melalui penyuluh kehutanan.
"Kita itu setiap minggu selalu ada penanaman, tidak kenal hari libur dan masyarakat komunitas sudah mulai giat lagi untuk menanam, bisa kita siapkan pohonnya atau ada yang nyumbang. Alhamdulillah kesadaran masyarakat sudah tinggi," ucap dia.
Ketua Kelompok Tani Bongor Desa Cimenyan, Kecamatan Cimenyan Kabupaten Bandung, Dadang Hendarin merupakan salah satu warga pemilik lahan yang sudah memanfaatkan sistem agroforesty. Dia pun baru saja memanen lemon Kalifornia di kebunnya di Kampung Buntis, Desa Cimenyan.
"Ya dulu sebelum mengenal sistem ini ya penghasilan saya ikuti harga holtikultura, kalau turun ya ikut turun. Ya harganya tidak menentu," ujar Dadang.
Namun, kata dia, setelah menerapkan agroforestry dia memiliki tambahan penghasilan yang ternyata hasilnya bahkan bisa lebih besar ketimbang bergantung pada satu komoditi hortikultura.
"Saya tanam lemon Kalifornia yang bibitnya saya peroleh dari bantuan pemerintah provinsi. Alhamdulillah dalam sebulan bisa dapat tambahan hingga Rp 3 juta dari lemon saja," ujar dia.
Baca Juga: Jabar Gencarkan Sistem Agroforestry, Apa Tuh?Cerita dari Lahan Gambut di Riau: Membangun Lumbung Pangan Sehat
Menurut dia, tak hanya dirinya yang dapat merasakan manfaat agroforestry dari sisi ekonomi tersebut. Petani yang tergabung dengan kelompok tani mereka merasakan hal yang sama.
"Kami di sini menggarap 6 hektare lahan yang digarap oleh 73 anggota. Untuk lemon sendiri kami diberi 3.500 pohon jeruk lemon Kalifornia. Lainnya ada suren, kopi, gamelina, mahoni, ekaliptus dan alpukat. Total 8.000 pohon kalau tidak salah pada tahun 2020 lalu,"pungkasnya.