Berita teknologi - Pada tahun 2020 terjadi penurunan volume sampah 0,47 persen dari tahun 2019.
SariAgri - Konsep kurangi-pisahkan-manfaatkan sampah (Kang Pisman) yang sudah digulirkan Pemerintah Kota Bandung diklaim telah mengurangi timbunan sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) terutama di lokasi-lokasi yang sudah menjalankan program Kang Pisman.
Seperti di wilayah model Sukamiskin dan Cihaurgeulis Kota Bandung telah terjadi pengurangan sampah yang dibuang ke TPS dan TPA sebesar 32,12 persen di Kelurahan Sukamiskin dan 22 persen di Kelurahan Cihaurgeulis.
Direktur PD Kebersihan Kota Bandung, Gun Gun Saptari Hidayat, menuturkan, secara volume jumlah sampah yang dibuang ke TPA memang mengalami kenaikan seiring dengan pertumbuhan penduduk.
Pada tahun 2019, dibanding tahun 2018, terjadi penurunan tren kenaikan dari 16,87 persen turun menjadi 3,96 persen. Sedangkan, pada tahun 2020 terjadi penurunan volume sampah 0,47 persen dari tahun 2019.
"Data-data itu menjadi sebuah indikator positif bahwa program Kang Pisman membawa angin segar dalam perbaikan pengelolaan sampah di Kota Bandung. Tentu proses ini masih panjang untuk bisa diduplikasikan pada seluruh wilayah Bandung," kata Gun Gun, Senin (22/2).
Dalam konsep Kang Pisman, kata dia, idealnya sampah dipisahkan menjadi 3 jenis sejak dari sumber. Untuk sampah jenis pertama, sampah organik (sisa makanan dan tumbuhan) sebisa mungkin dikembalikan ke alam atau disedekahkan ke binatang.
Metodenya bisa dari mulai yang paling sederhana membuat lubang sampah, lubang biopori atau metode pengomposan seperti takakura, komposter, bata terawang ataupun disedekahkan pada binatang untuk menjadi pakan ayam, maggot dan lainnya. Intinya sampah organik tidak lagi dibuang ke petugas.
Untuk sampah jenis kedua, sampah daur ulang bisa disetorkan ke bank sampah atau bisa juga sedekah sampah. Barulah sampah jenis ketiga, sampah sisa atau residu yang masih dibuang ke petugas kebersihan dan berakhir di TPA.
"Bagi masyarakat yang halaman rumahnya tidak memadai, maka bisa dilakukan secara komunal dengan berkoordinasi dengan RW, Lurah dan Camat setempat. Inilah juga konsep desentralisasi dalam pengelolaan sampah," tutur Gun Gun.
Ia berpendapat, untuk menerapkan konsep ini tidak mudah dan membutuhkan proses, karena menyangkut perubahan budaya dan juga sistem secara bersamaan. Juga dibutuhkan kolaborasi dengan semua pihak unsur dari mulai pemerintahan hingga masyarakat setempat.
Pada pencanangan Kang Pisman awal tahun 2019, pemerintah Kota Bandung mencoba membangun model percontohan sebanyak 12 RW. Pada 2020 memperluas dengan membangun model skala kelurahan di Kelurahan Sukamiskin dan Cihaurgeulis.
Pada akhirnya, kata dia, hal terpenting dari upaya merubah paradigma dari campur-kumpul-angkut-buang sampah menjadi kurangi-pisahkan-manfaatkan sampah (Kang Pisman) adalah terjadinya perubahan budaya.
Logika sederhananya, jika masyarakat sudah peduli terhadap urusan kebersihan, maka secara alami urusan yang lebih besar lainnya akan lebih diperhatikan.
Hal yang penting untuk dipahami juga yaitu kebersihan adalah investasi. Jika kita mengabaikannya, maka kita pernah menabur kerugian besar melalui tragedi Bandung Lautan Sampah 2005.
"Sebaliknya jika investasinya benar, maka kita akan menikmati deviden berupa nyamannya kota Bandung, tumbuhnya ekonomi, dan tentunya peradaban baru budaya yang lebih positif," ujarnya.