• Home
  • News
  • Pertanian
  • Perikanan
  • Kehutanan
  • Perdagangan
  • Energi
  • Teknologi
  • Agri Channel
  • Podcast
  • Galeri
  • Stories
  • Events
  • Indeks
  • Home
  • News
  • Pertanian
  • Peternakan
  • Perkebunan
  • Pangan
  • Hortikultura
  • Perikanan
  • Kehutanan
  • Perdagangan
  • Energi
  • Teknologi
  • Agri Channel
  • Poscast
  • Galeri
  • Stories
  • Events
  • Indeks
  • Home
  • Kehutanan

Begini Pola Akses Petani di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango

sariagri.id - Kamis, 18 Februari 2021 | 16:50 WIB

gunung gede pangrango, gunung gede, kehutanan, pertanian

Ilustrasi Gunung Gede Pangrango. (Foto: Pixabay)
Ilustrasi Gunung Gede Pangrango. (Foto: Pixabay)

Berita kehutanan - Kategori sumber nafkah petani penggarap ada dua, yakni 83,33 persen sangat tergantung lahan garapan dan 16,67 persen cukup tergantung.

Penulis: Rashif Usman, Editor: M Kautsar

SariAgri - Perkembangan luas kawasan hutan konservasi di Indonesia sangat signifikan. Pada 2003 terdapat perubahan hutan produksi terbatas menjadi kawasan konservasi seluas 40.156,75 hektare dan disusul 2004 seluas 50.299,81 hektare.

Salah satu contohnya adalah Kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP) yang telah mengalami perluasan seluas 7.081,76 hektare. Kawasan ini berasal dari bekas kawasan hutan produksi tetap dan hutan produksi terbatas Perum Perhutani.

Tujuan perluasan ini untuk restorasi penetapan kawasan konservasi dan pemulihan sebagaimana fungsinya. Tetapi, dengan munculnya SK Menteri Kehutanan Nomor 174/2003 tentang perluasan kawasan TNGGP. Dengan kondisi itu petani penggarap lahan kehilangan akses atas pemanfaatan Sumber Daya Lahan (SDL) yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990, dikatakan bahwa kawasan konservasi melarang adanya kegiatan pertanian dan mengambil hasil hutan. Peraturan tersebut menyebabkan konflik kepentingan atas SDL di kawasan TNGGP antara petani penggarap lahan dengan Balai Besar TNGGP.

Petani mengklaim mempunyai hak atas lahan kawasan perluasan, sedangkan Balai Besar TNGGP memandang bahwa kawasan perluasan merupakan milik negara atau state property.

Dalam Jurnal Media Konservasi, Institut Pertanian Bogor dijelaskan bahwa 32 persen petani menyatakan belum siap meninggalkan lahan garapan dan 25 persen menolaknya.

"18 persen sudah menyatakan keluar dengan berat hati karena takut dengan peraturan perundangan,” kata Arief Sudhartono, selaku peneliti.

Baca Juga: Perkenalkan Sorgum, Tanaman Pangan yang Tahan Terhadap Musim Kemarau
Pakar: Benih dengan Postur Tinggi Cocok untuk Lahan Rawa

Dalam penelitiannya, dijelaskan kategori sumber nafkah petani penggarap ada dua, yakni 83,33 persen sangat tergantung lahan garapan dan 16,67 persen cukup tergantung. Hasil ini mengindikasikan 100 persen petani penggarap masih bergantung kepada lahan di dalam kawasan hutan.

Pandangan masyarakat yang merasa punya hak atas lahan garapan di kawasan TNGGP mengupayakan akses atas lahan garapan yang ada di dalam kawasan hutan. Ada dua alasan utama yang mendasari pemikiran petani tersebut. Pertama, karena sudah puluhan tahun menggarap. Kedua, karena penting untuk mendapatkan sumber pendapatan dan memenuhi kebutuhan hidup.

Arief mengatakan akses petani di kawasan perluasan TNGGP hanya ada dua tipe, yakni tipe akses yang berupa penggarapan lahan kawasan hutan dan tipe akses pemanenan hasil hutan.

Tipe akses penggarapan lahan dapat dikelompokan lagi ke dalam sub-tipe berdasarkan pola pemanfaatan lahan garapan. Sub-tipe ini mencerminkan variasi tingkat ketergantungannya terhadap lahan kawasan.

Pola usaha tani ini mempengaruhi besar kecilnya dorongan untuk melakukan akses atas lahan. Selanjutnya, mempengaruhi tuntutan dan upaya-upaya yang dilakukan masyarakat kepada Balai Besar TNGGP

Dalam penelitiannya, dikatakan bahwa pola usaha tani masyarakat yang tercermin dari pilihan jenis tanaman yang dikembangkan dipengaruhi oleh faktor keadaan ekonomi.

Arief mengatakan, petani dengan latar belakang cukup, memilih jenis tanaman kayu-kayuan dan tanaman MPTs seperti nangka, alpukat, pete, jengkol, pala, cengkeh. Sedangkan petani miskin kebanyakan memilih jenis tanaman semusim dan tanaman pokok.

Di sisi lain, Balai Besar TNGGP menyelenggarakan program-program pemberdayaan petani melalui adopsi pohon, pemanfaatan tanaman tradisonal serta membuat program model kampung konservasi. Upaya-upaya ini dilakukan untuk mengurangi konflik.

"Masyarakat perlu dilibatkan sebagai pelaku pengelolaan sumber daya alam di kawasan perluasan dalam bentuk manajemen kolaboratif," tutup Arief.

SHARE

  • LINE

TOPICS

  • Kehutanan
  • Berita Kehutanan

COMMENTS

Lainnya

  • Viral cara unik tangkap durian. (YouTube/Ruang EsDe)

    Hortikultura 28 menit lalu

    Tak Biasa, Cara Pria Ini Tangkap Durian Bikin Ngilu

  • Tetangga ini menyemprot cairan ke burung dan kucing liar. (Foto: World of Buzz)

    Peternakan 58 menit lalu

    Tetangga Jahat, Semprotkan Racun untuk Bunuh Kucing dan Burung Liar

  • Ketua Kelompok Wanita Tani (KWT) Insan Madani Bambu, Mahuni, menunjukkan sedotan bambu hasil produksinya di Dusun Sintung Barat, Desa Karang Sidemen, Kecamatan Batukliang, Lombok Tengah, NTB. (Foto: Antara)

    News 1 jam lalu

    UMKM Bambu Binaan BI di NTB Mampu Ekspor Selama Pandemi

  • Menteri KKP, Sakti Wahyu Trenggono. (Dok. KKP)

    Perikanan 2 jam lalu

    Dorong Kesejahteraan Nelayan, KKP Minta P3D Pelabuhan di Jatim Dipercepat

  • Ilustrasi padi (Foto: Pixabay/ Yazid Nasuha)

    Pertanian 2 jam lalu

    Tingkatkan Produktivitas, Malaysia Canangkan Program Sawah Padi Pintar

  • Inovasi tambak dengan pemanas buatan karya mahasiswa ITS. (Foto: Istimewa)

    Teknologi 2 jam lalu

    Tingkatkan Kualitas Garam Lokal, Mahasiswa ITS Gagas SHASA

  • Wali Kota Surakarta, Gibran Rakabuming Raka saat meninjau PLTSa. (Foto: Antara)

    Energi 2 jam lalu

    Gibran Dorong Pembangkit Energi Sampah Selesai 2022

  • Upacara hukum adat “Boto Cuku Nunga” dilangsungkan di Manggarai Timur hari Sabtu (20/2) guna menghukum seorang pelaku penembakan satwa liar dilindungi. (Foto: Humas KLHK).

    Kehutanan 3 jam lalu

    Inilah Sanksi Adat Terhadap Penembak Burung Dilindungi di NTT

  • Sekolah alam selama 6 bulan untuk mencetak petani milenial (Sariagri / Jayadi)

    Pertanian 3 jam lalu

    Lebih dari 3.000 Pendaftar Petani Milenial Gugur di Seleksi Awal

  • Ilustrasi kapal nelayan (Pixabay)

    Perikanan 3 jam lalu

    Gelombang Tinggi Hingga 5 Meter, BMKG Imbau Nelayan Waspada Saat Melaut

banner-sariagri.id

Top News

  • Tembakau Berkualitas dari Petani Lereng Gunung Sinabung
  • 5 Tips Memasak Ikan agar Nutrisinya Tidak Hilang
  • Kaya Manfaat, Begini 6 Cara Budi daya Tomat
  • Aneh dan Unik, Ini 7 Tanaman yang Layaknya dari 'Dunia Lain'
  • Agar Produksi Maksimal, Kenali 6 Cara Teknik Budidaya Tembakau
  • Tak Perlu Repot, Begini Cara Mudah Mengukur pH Tanah dengan Kunyit
  • Dua Pelabuhan Perikanan Diproyeksikan Terapkan Eco Fishing Port
  • Hati-hati, Minum Kopi Berlebihan Bisa Pengaruhi Struktur Otak
  • Wow! Sederet Selebriti Dunia Ini Punya Peternakan dan Lahan Pertanian
  • Begini Kata Peneliti Soal Viralnya Ikan Hiu Berwajah Manusia
banner-sariagri.id

TRENDING TAG

  • #Pertanian
  • #Agribisnis
  • #Peternakan
  • #Perikanan
  • #Perkebunan
banner-sariagri.id
logo-sariagri.id

FOLLOW US

app-store-sariagri.id google-apps-sariagri.id

Tentang Kami Syarat & Ketentuan Disclaimer Pedoman Media Siber Karier Hubungi Kami

KATEGORI

  • Home
  • Pertanian
  • Perikanan
  • Kehutanan
  • Perdagangan
  • Energi
  • Teknologi
  • Agri Channel
  • Podcast
  • Galeri

INFORMASI

  • Tentang Kami
  • Syarat & Ketentuan
  • Disclaimer
  • Pedoman Media Siber
  • Karier
  • Hubungi Kami

© 2021 - Sariagri, All right reserved | page rendered in 0.1063