Walhi: KLHS Bukan Stempel Proyek Food Estate

Lahan pertanian di area food estate Kalteng. (Dok.Kementan)

Penulis: Yoyok, Editor: Arif Sodhiq - Kamis, 18 Februari 2021 | 12:40 WIB

SariAgri - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) lumbung pangan (food estate) Kalimantan Tengah mesti menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan, rencana, dan program.

“KLHS bukan hanya menjadi tahapan administratif dalam sebuah proyek. KLHS juga jangan dijadikan justifikasi untuk pembukaan food estate. Seharusnya KLHS menjadi dasar dalam penyusunan kebijakan, rencana, dan program pengembangan food estate,” kata Direktur Eksekutif Walhi Kalimantan Tengah, Dimas Novian Hartono, di Jakarta, Kamis (18/2)

Walhi juga menyoroti keterlibatan Kementerian Pertahanan melalui komponen cadangan (Komcad)  dalam proyek food estate bakal menambah kompleksitas dan problem tersendiri. Bahkan, dalam paparan Kementerian PPN/Bappenas, konsep pengembangan food estate dikenal dua mekanisme, militer dan nonmiliter.

Diungkapkan, dalam paparan Kementerian Pertahanan, di kajian awal KLHS, setidaknya 486.164 hektare lahan awal di Kalimantan Tengah berasal dari kawasan hutan  (lahan AOI, Blok Katingan, Kapuas, Blok Gunung Mas).  

Masih menurut Walhi, sebuah proyek yang dipimpin oleh Kementrian Pertahanan di wilayah Kabupaten Gunung Mas Kalimantan Tengah untuk komoditas singkong telah membuka sekitar 700 hektare hutan alam di kawasan hutan produksi  dalam lima bulan terakhir tanpa ada dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal). Proyek ini juga telah menabrak berbagai aturan termasuk kewajiban atas dokumen legalitas kayu (SLVK) dan Izin pemanfaatan kayu yang justru akan menghancurkan hutan alam dan mencederai komitmen pemerintah untuk mengatasi perubahan iklim dari sektor kehutanan dan tata guna lahan. 

Baca Juga: Walhi: KLHS Bukan Stempel Proyek Food Estate
Pemanfaatan Berkelanjutan Demi Jaga dan Pelihara Kelestarian Hutan



Menurut Walhi, rencana pelibatan komponen cadangan dalam proyek lumbung pangan  yang dipegang oleh Kementerian Pertahanan jelas menyalahi tujuan dari pembentukan Komcad itu sendiri, yaitu untuk membantu TNI dalam mengatasi ancaman militer. Selain itu, mobilisasi Komcad untuk kebutuhan selain menghadapi ancaman militer sejatinya bukan merupakan tanggung jawab Kementerian Pertahanan, melainkan tanggung jawab kementrian yang fokus membidangi urusan tertentu, dalam hal ini adalah Kementerian Pertanian.

Walhi menegaskan, pihak yang dilibatkan dalam pengembangan proyek lumbung pangan seharusnya mereka yang terampil dan mempunyai pengetahuan dan keahlian dalam urusan pertanian, pangan dan lain-lain, bukan mereka yang hanya dibekali pelatihan dasar kemiliteran. Dengan demikian, maka istilah yang tepat digunakan dalam konteks ini bukanlah komponen cadangan melainkan relawan.

“Melihat kondisi saat ini, terlebih kita baru saja diingatkan bahwa pengabaian terhadap lingkungan hidup akan berbuah pada bencana ekologis, saatnya menghentikan proyek-proyek yang mengabaikan hak masyarakat dan lingkungan hidup,” ujar Dimas.